Thursday 31 March 2011

Artikel Kemuhammadiyahan Kelas X Semester 2 Bab XV (1) Free Download



KEMUHAMMMADIYAHAN
Kelas X Semester 2

BAB  XV (1)
CIRI GERAKAN MUHAMMADIYAH



A.     Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dan Dakwah Islam
1.     Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam adalah sesuai dengan tujuan Muhammadiyah. Tujuan itu adalah “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam”. Sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Menggerakkan Muhammadiyah sesuai tujuan yang akan dicapai adalah dengan kekuatan lahir batin, sesuai ajaran Islam. Menggerakkan Islam berarti mengamalkan Islam dengan sungguh-sungguh. Mengamalkannya sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW dengan menempatkan Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber amal ibadah sekaligus sebagai sumber penggerak jiwa yang selalu menjadi modal perjuangan Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam bergerak dengan organisasi untuk mencapai tujuan dan cita-citanya. Kata organisasi dalam Muhammadiyah lebih dikenal dengan kata persyarikatan. Berhasilnya perjuangan untuk mencapai cita-cita hanya akan terwujud apabila didukung dan dikerjakan bersama oleh rakyat.

2.     Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah
Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan. Pembentukan persyarikatan itu adalah hasil wujud konkret dari telaah dan taddabur beliau terhadap     Al Quraanul Kariim. Faktor inilah yang sebenarnya menjadi faktor utama pendorong berdirinya Muhammadiyah. Sementara faktor lainnya dapat dikatakan sebagai penunjang atau pemicu semata.
  Muhammadiyah sejak awal perjuangannya dimulai dengan menggerakan dakwah Islam. Menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat dengan cara amar ma’ruf nahi munkar. Berdasarkan ayat 104 Surah Ali ‘Imran [3], jelas tugas dakwah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar.
Dakwah amar ma’ruf nahi munkar terdiri atas dua golongan sebagai berikut:
a.     Kepada yang telah Islam (Ummat Ijabah)
Dakwah ini bersifat paembaruan (tajdid) sesuai dengan sumber asilnya yaitu Al Quraan dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
b.     Kepada umat yang belum Islam (Ummat Dakwah)
Dakwah ini bersifat ajakan dan bimbingan yang bersifat mendidik agar mendekat pada Islam, mendengar, mempelajari dan selanjutnya menjadi pemeluk agama Islam.
      Tugas Muhammadiyah sebagai suatu organisasi adalah merencanakan dan memprogramkan sistem dan metode dakwah untuk seluruh lapisan masyarakat sedangkan warga Muhammadiyah bertugas sebagai mubaligh atau da’i.


B.      Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid dan Nasional
1.    Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid
Tajdid yang dimaksud dalam gerakan Muhammadiyah adalah memperbarui cara berpikir sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Bukan pembaruan ajaran Islam, tetapi cara berpikir umat Islam yang perlu diperbarui. Sasaran gerakan tajdid adalah manusia. Perubahan zaman jangan sampai merusak dasar-dasar ajaran Islam. Demikian juga tidak membuat umat Islam ketinggalan zaman. Sehingga tidak leluasa menjalankan amal ibadah. Bahkan zaman yang terus berkembang hendaknya memberi kesempatan kepada umat Islam yang teguh pada jabatan agamanya, bertambah mendapatkan peluang baru mengamalkan seluruh ajaran agamanya.
Tajdid juga berarti membersihkan ajaran Islam dari campur aduknya dengan ajaran-ajaran yang bukan Islam. Mengembalikan ajaran Islam kepada sumbernya yang bukan asli. Membersihkan dari penyakit TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat). Penyakit ini sangat berbahaya bagi perkembangan ajaran Islam yang murni dan merusak aqidah Islam. Sebagai contoh dalam realita keumatan kita seperti meramal, perdukunan, sesaji, kenduri, dan ritual atau tata cara ibadah yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis.

2.    Muhammadiyah sebagai Gerakan Nasional
Muhammadiyah didirikan pada saat penjajahan Belanda masih menduduki bumi Indonesia. Mula-mula gerakan ini dicurigai oleh pemerintah Belanda. Beberapa kali izin mendirikannya ditolak atau digagalkan. Namun, usaha dari K.H. Ahmad Dahlan bersama tokoh kebangkitan nasional lainnya tidak pernah berhenti. Penjelasan dari beliau dan tokoh-tokoh Budi Utomo pada Pemerintah Belanda mempu meyakinkan tentang tujuan gerakan ini. Tujuan suci dari gerakan ini adalah membantu pemerintah mencerdaskan bangsa, terutama umat Islam. Walupun sebenarnya Pemerintah Belanda tentu tidak menghendaki bangsa Indonesia menjadi cerdas dan pandai. Namun akhirnya, perjuangan beliau dan atas pertolongan dan ridla Allah SWT, izin dari Pemerintah Belanda dapat diperoleh. Dengan catatan wilayah gerak persyarikatan ini hanya di Pulau Jawa.
Mulai saat itu Muhammadiyah berkembang, dan tetap menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Sambil terus menghidupkan roh jihad dalam jiwa umat Islam. Mulai mengikuti perkembangannya sampai masa proklamasi kemerdekaan Indonesia, Muhammadiyah bergerak dalam bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Muhammadiyah juga memberi andil bagi perkembangan nasionalisme Indonesia dan jiwa Islam. Kemudian menempatkan Muhammadiyah sebagai suatu pergerakan yang memperjuangkan kepentingan bangsa dan tanah air Indonesia dalam bidang-bidang kehidupan. Maka dikenallah oleh setiap orang dan tokoh nasional sikap dan karakter K.H. Ahmad Dahlan beserta latar belakang perjuangannya.
Itulah awal dikenalnya dan ditancapkan Muhammadiyah sebagai pergerakan nasional Indonesia. Banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang berperan besar dalam pergerakan yang bersifat nasionalisme. Beberapa diantaranya yaitu Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Mas Mansur, Jenderal Sudirman, Kasman Singodimeja dan Buya HAMKA.

Artikel Kemuhammadiyahan Kelas X Semester 2 Bab XVII (3) Free Download

KEMUHAMMMADIYAHAN
Kelas X Semester 2 




BAB XVII (3)
MAJELIS DAN LEMBAGA PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH



A. Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
1. Pengertian Majelis dan Lembaga
Setelah Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Aceh than 1995, terjadi perubahan beberapa majelis menjadi lembaga. Kemudian hasil muktamar tersebut mengalami proses pembahasan lebih lanjut di muktamar berikutnya. Sampai muktamar ke-45 di Malang pada tanggal 3-8 Juli 2005 menghasilkan keputusan terbaru. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah ditanfidzkan mencantumkan perbedaan majelis dan lembaga Muhammadiyah. Adapun masing-masing pengertiannya sebagai berikut:
a. Majelis
Pengertian majelis telah diatur dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, Bab VII Unsur Pembantu Pimpinan, Pasal 20 ayat 2. Majelis adalah unsur pembantu pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah.
b. Lembaga
Pengertian lembaga telah diatur dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, Bab VII Unsur Pembantu Pimpinan, Pasal 20 ayat 3. Lembaga adalah unsur pembantu pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pendukung Muhammadiyah.

2. Macam-Macam Majelis dan Lembaga
Dari Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Aceh pembentukan majelis dan lembaga terus berkembang. Adapun macam-macamnya sebagai berikut:
a. Macam-Macam Majelis
1) Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus
2) Majelis Tarjih dan Tajdid
3) Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan
4) Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5) Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani
6) Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
7) Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq dan Shadaqah
8) Majelis Ekonomi
b. Macam-Macam Lembaga
1) Lembaga Hikmah dan Hubungan Luar Negeri
2) Lembaga Pemberdayaan Supremasi Hukum dan Hak Asasi Manusia
3) Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi
4) Lembaga Seni Budaya

5) Lembaga Pemberdayaan Buruh, Tani dan Nelayan
6) Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup
7) Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah
8) Lembaga Pustaka dan Informasi
9) Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan

B. Fungsi Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
1. Fungsi Majelis
a. Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus
Tugas pokok majelis ini adalah memimpin pelaksanaan dakwah Islamiyah di bidang tabligh secara terencana dan dalam program yang jelas, sedangkan dakwah khusus maksudnya adalah berdakwah di tempat-tempat terpencil dan memerlukan stratefi khusus.
Langkah-langkah upaya revitalisasi fungsi tabligh (pendidikan Muhammadiyah antara lain sebagai berikut:
1) Percepatan penelitian dakwah untuk menyusun data base dan peta dakwah.
2) Mengatasi kekurangan mubaligh dengan cara:
(a) penggalakan pelatihan mubaligh, dan
(b) meningkatkan kualitas anggota.
3) Pelatihan peningkatan kualitas mubaligh, refresing dan up garding berkelanjutan.
4) Memfungsikan amal usaha Muhammadiyah sebagai sarana dan media dakwah.
5) Menciptakan sumber-sumber dana.
6) Membangun jaringan mubaligh dengan penerbitan berkala.
7) Melengkapi sarana dan prasarana yang memadai secara bertahap.
8) Melakukan pelatihan keorganisasian, administrasi kepemimpinan, dan manajemen dakwah.

b. Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam
Tugas pokoknya:
1) Mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.
2) Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada pimpinan persyarikatan guna penentuan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan serta membina umat, khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah.
3) Mendampingi dan membantu pimpinan persyarikatan dalam membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam.
4) Membantu pimpinan persyarikatan dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama.
5) Mengarahkan perbedaan pendapat/paham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih maslahat.
Tentang revitalisasi peran majelis tarjih dan tajdid menurut keputusan sidang Tanwir tahun 2007 sebagai berikut:
1) Kelembagaan.
2) Kaderisasi.
3) Sosialisasi Produk Majelis Tarjih dan Tajdid.


c. Manjelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan
Majelis ini bertugas:
1) Memajukan dan memperbarui pendidikan tinggi, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mempergiat penelitian sesuai ajaran Islam. (ART pasal 3 ayat 5).
2) Meningkatkan dan membuat standardisasi kesejahteraan pengelola perguruan tinggi.
3) Merealisasikan perguruan tinggi sebagai sarana dakwah dan pengkaderan.

d. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Tugas pokoknya adalah:
1) Memajukan dan memperbarui pendidikan dasar dan menengah.
2) Merealisasikan amal usaha pendidikan sebagai sarana dakwah dan pengkaderan.
3) Mengusahakan peningkatan dan standardisasi kesejahteraan pengelola amal usaha pendidikan dasar dan menengah.

e. Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani
Tugas pokoknya adalah:
1) Mengembangkan sistem dan melaksanakan perkaderan di semua tingkatan.
2) Membina dan menggerakkan angkatan muda Muhammadiyah sehingga menjadi muslim yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
3) Mengkoordinasi transformasi kader baik intern dan ekstern.
4) Mengembangkan data base kader sesuai dengan keahliannya.

f. Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
1) Menggerakkan dan menghidupkan amal, tolong menolong dalam kebajikan, taqwa dalam bidang kesehatan, sosial, masyarakat dan keluarga sejahtera.
2) Mengembangkan amal usaha dalam bidang kesehatan, sosial dan masyarakat.
3) Merealisasikan amal usaha sebagai sarana dakwah dan pengkaderan.

g. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
1) Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk berwakaf, membangun dan memelihara tempat ibadah.
2) Membimbing masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq, shadaqah, hibah dan wakaf.
3) Membuat tuntunan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pemanfaatan hibah dan wakaf tidak bergerak.

h. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
Tugas pokoknya adalah membimbing masyarakat ke arah kehidupan dan penghidupan ekonomi sesuai dengan ajaran Islam dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya.

i. Majelis Pemberdayaan Masyarakat
Majelis pemberdayaan masyarakat dibentuk di tingkat pusat, wilayah dan daerah. Sedangkan di cabang disebut bagian Pembina Kesehatan.


2. Fungsi Lembaga
Lembaga berfungsi sebagai unsur pembantu pimpinan yang menjalankan tugas pendukung persyarikatan. Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pasal 19 ayat 1 menerangkan sebagai berikut:
a. Lembaga bertugas melaksanakan program dan kegiatan pendukung yang bersifat khusus.
b. Lembaga dibentuk oleh pimpinan pusat di tingkat pusat.
c. Pimpinan wilayah dan pimpinan daerah apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu di tingkat masing-masing dengan persetujuan pimpinanm Muhammadiyah di atasnya.
Sebagai contohnya, Fungsi Lembaga Pustaka dan Informasi, dasar dan tugas pokoknya melaksanakan dakwah Islam di bidang kepustakaan, yaitu Menyelenggarakan fasilitas perpustakaan, penerbitan, publikasi, dokumentasi, dan sejarah di kalangan masyarakat, khususnya anggota dan pimpinan persyarikatan.

Thursday 24 March 2011

Artikel Kemuhammadiyahan Kelas X Semester 2 Bab XVI (2) Free Download



KEMUHAMMMADIYAHAN
Kelas X Semester 2


BAB  XVI (2)
ORGANISASI MUHAMMADIYAH

A.     Pengertian, Tujuan Organisasi Muhammadiyah, dan Perintah Berorganisasi dalam Islam
1.     Pengertian MKCHM
Pengertian organisasi dapat ditinjau dari dua segi yaitu bahasa dan istilah. Menurut bahasa kata organisasi berasal dari bahsa Latin yaitu kata organum. Kata tersebut memiliki arti alat, bagian, anggota, badan, sedangkan menurut istilah banyak para ahli memberikan definisi organisasi yang berbeda-beda.
            Beberapa definisi tentang organisasi antara lain:
a.     Organisasi adalah suatu sistem mengenai usaha kerja sama yang dilakukan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan.
b.     Organisasi adalah setiap bentuk persyarikatan manusia untuk mencapai maksud dan tujuan bersama.
Walaupun kedua definisi tersebut berbeda redaksional, tetapi arah dan tujuannya sama. Setiap organisasi mengandung unsure:
a.        Manusia
b.        Kerja sama
c.        Tujuan
Organisasi pada hakikatnya wadah dan cara manusia untuk bersama melakukan usaha melalui sistem tertentu untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama.

2.     Tujuan Organisasi Muhammadiyah
Tujuannya tercantum dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Bab III, tentang maksud dan tujuan serta usaha , Pasal 6 berbunyi: “Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Muhammadiyah sebagai bentuk organisasi menggunakan cara atau usaha sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Bab III Pasal 7 tentang Usaha.

3.     Perintah Organisasi dalam Islam
Perintah berorganisasi dari Al Quran dan Hadits antara lain sebagai berikut:
a.  Surah Ali ‘Imran (3) Ayat 104.
 Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu 
 segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,  
 menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang 
 munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.

b.     Surah As Saff (61) Ayat 4: yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh dan kuat”.

c.     Surah At Taubah (9) Ayat 71: yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

d.     Hadits Nabi
ﻤﻦ ﻟﻡ ﻴﻬﺘﻢ ﺒﺎﻤﺭﺍﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻠﻴﺱ ﻤﻨﻬﻡ  ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﻄﺑﺭﺍﻨﻰ﴾

Artinya: “Barang siapa yang tidak mementingkan urusan (kepentingan kaum muslimin), maka ia bukan dari golongan meraka”. (HR. Thabrani)

B.      Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Persyarikatan Muhammadiyah
Secara umum pengertian anggaran dasar adalah peraturan dasar yang dijadikan dasar organisasi, disusun atas dasar musyawarah yang mengikat anggota dan pimpinan organisasi dalam mengatur mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. Adapun yang dimaksud dengan Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah adalah anggaran pokok yang menyatakan identitas, asas, dan lambing, maksud dan tujuan serta usaha dan keanggotaan Muhammadiyah.
Anggaran rumah tangga adalah peraturan pelaksanaan anggaran dasar yang merinci segala ketentuan yang termuat dalam anggaran dasar.
Prinsip-prinsip pokok yang terkandung AD/ART Muhammadiyah sebagai berikut:
1.    Disusun secara fleksibel dan sistematis.
2.    Mengakomodasi dan merangkum berbagai masalah dan aturan main organisasi yang antara lain:
a.     Predikat yang mencakup nama, sifat, hari lahir, dan domisili.
b.     Identitas yang mencakup azas, tujuan dan usaha.
c.     Struktur organisasi yang mencakup susunan organisasi, pimpinan, dan keanggotaan.
d.     Sistem pengambilan keputusan dan musyawarah.
e.     Badan Pembantu Pimpinan (Majelis, Organisasi Otonom, dan Lembaga).
f.        Pengaturan Keuangan.
g.     Prosedur perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
h.      Pembubaran Organisasi.
i.         Penegasan mulai berlakunya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Anda akan lebih memahami AD/ART Muhammadiyah dengan melihat dan mempelajari secata utuh AD/ART Muhammadiyah hasil Muktamar ke-45 tahun 2005 di Malang yang telah ditanfidzkan. Anda dapat melihat di buku berita resmi Muhammadiyah edisi khusus, tentang Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang. BRM No. 0/2005.

C.    Struktur Persyarikatan Muhammadiyah   
Sesuai pasal 9 dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, susunan organisasi Persyarikatan Muhammadiyah sebagai berikut:
1.     Ranting ialah kesatuan anggota dalam suatu tempat atau kawasan.
2.     Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat.
3.     Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu kita atau kabupaten.
4.     Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu provinsi.
5.     Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara.

D.     Sistem Permusyawaratan dalam Persyarikatan Muhammadiyah
Sistem Permusyawaratan dalam Persyarikatan Muhammadiyah diatur dalam Anggaran Dasar Bab IX tentang Permusyawaratan dari Pasal 22 sampai dengan Pasal 29. Tingkatan Musyawarah terdiri atas:
1.     Muktamar.
2.     Muktamar Luar Biasa.
3.     Tanwir.
4.     Musyawarah Wilayah.
5.      Musyawarah Daerah.
6.     Musyawarah Cabang.
7.     Musyawarah Ranting dan
8.     Musyawarah Pimpinan sesuai dengan tingkatan masing-masing dari Wilayah sampai dengan Ranting.
Artikel Kemuhammadiyahan Kelas XI Semester 4 Free Download



KEMUHAMMMADIYAHAN
Kelas XI Semester 4


 BAB  XVI (2)
LANDASAN IDIOLOGI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

A.     Pengertian dan Sejarah Perumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM)
1.     Pengertian MKCHM
MKCHM adalah sebuah teks dab putusan resmi persyarikatan yang disahkan oleh sidang Tanwir. Berisi tentang matan atau teks keyakinan dan cita-cita persyarikatan.

2.     Sejarah Perumusan  MKCHM
MKCHM diputuskan oleh sidang Tanwir Muhammadiyah Tahun 1969 di Ponorogo. Keputusan Tersebut dalam rangka melaksanakan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta. Kemudian Matan ini diubah dan disempurnakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Khususnya dari segi peristilahan berdasarkan amanat dan kuasa Tanwir Muhammadiyah tahun 1970.
Muktamar ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta bertema Tajdid Muhammadiyah. Agenda Tajdid Muhammadiyah dalam muktamar tersebut adalah mengadakan pembaruan dalam berbagai bidang antara lain:
a.     Ideologi (keyakinan dan cita-cita hidup).
b.     Khittah perjuangan.
c.     Gerak dan amal usaha.
d.     Organisasi.
e.     Sasaran (tajdid).
Perlu diketahui bahwa muktamar ini adalah yang pertama kali digelar memasuki zaman orde baru. Pada waktu itu tokoh-tokoh Muhammadiyah melakukan semacam muhasabah, otokritik. Dalam muktamar itulah dirasakan perlu melakukan koreksi total. Salah satu tekad itu adalah tajdid dalam bidang ideologi. Walhasil, terbentuk salah satu keputusan muktamar yang dikenal dengan “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah”.

B.      Fungsi dan Hakikat MKCHM
1.     Fungsi MKCHM
MKCHM berfungsi sebagai petunjuk arah menuju cita-cita yang diperjuangkan. Fungsi MKCM dari sudut isinya adalah penegasan tentang kedudukan manusia di hadapan Allah dan diantara manusia sendiri, yaitu:
a.   Manusia berfungsi sebagai hamda
b.   Manusia berfungsi sebagai khalifah di muka bumi.


2.     Hakikat MKCHM
MKCHM berhubungan erat dengan pandangan idiologis. Rumusan ideologi tersebut merupakan hasil Tanwir Ponorogo tahun 1968 sebagai kelanjutan dan amanat muktamar ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta. Pengertian ideologi di sini adalah “Keyakinan Hidup” (H.M. Djindar Tamimy, 1968: 6). Oleh karena itu, ideologi Muhammadiyah dapat disimpulkan sebagai “seperangkat pemikiran dan sistem perjuangan untuk mewujudkan cita-cita”, atau “sistem paham dan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita”, yaitu “paham Islam dan sistem gerakan Muhammadiyah”. Namun demikian, MKCHM sebagai materi ideologi didukung pula dengan putusan-putusan organisasi lainnya yang menjadi pedoman resmi dalam Muhammadiyah. Aspek ideologi tersebut contohnya dapat ditemukan dalam substansi Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan Persyarikatan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad.

3.     Rumusan/Teks MKCHM
a.     Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al Quran dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridloi Allah, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
b.     Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
c.     Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan: a) Al Quran, kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, b) Sunnah Rasul, penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
d.     Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang yaitu:
1.    Aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegakanya aqidah Islam yang murni bersioh dari gejala-gejala syirik, bid’ah dan khurafat tanpa mengabaikan toleransi menurut ajaran Islam.
2.    Akhlaq Muhamamdiyah bekerja untuk tegaknya akhlaq mulia, berpedoman Al Quran dan Sunnah tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
3.    Ibadah Muhamamdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan Nabi Muhammad SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4.    Muamalah Duniawiyah Muhamamdiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
e.     Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil dan makmur dan diridloi Allah, “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur” (Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo).

 Catatan: Rumusan matan di atas telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
a.     Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta.
b.     Disesuaikan dengan keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta.

4.     Sistematika dan Pedoman untuk Memahami Rumusan MKCHM
a.   Sistematika
Ada 5 angka rumusan MKCHM yang dibagi menjadi 3 kelompok:
Kelompok Kesatu: Mengandung pokok-pokok yang bersifat ideologi (terdiri dari poin Nomor 1) dan 2) yang berbunyi:
1)        Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’rug nahi munkar, beraqdah Islam dan bersumber Al Quran dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Allah SWT untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2)        Muhammadiyah berkeyakinan bahwa dalam Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Isa dan seterusnya sampai Nabi Muhammad SAW sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
Kelompok Kedua: Mengandung pokok-pokok persoalan mengenai paham agama menurut Muhammadiyah (terdiri atas poin Nomor 3 dan 4) yang berbunyi:
3)        Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a)       Al Quran
       Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
b)       Sunnah Rasul
Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4)        Muhammadiyah bekerja untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
a)       Aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegakanya aqidah Islam yang murni bersioh dari gejala-gejala syirik, bid’ah dan khurafat tanpa mengabaikan toleransi menurut ajaran Islam.
b)       Akhlaq Muhamamdiyah bekerja untuk tegaknya akhlaq mulia, berpedoman Al Quran dan Sunnah tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
c)       Ibadah Muhamamdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan Nabi Muhammad SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
d)       Muamalah Duniawiyah Muhamamdiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Kelompok Ketiga: Mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik Indonesia termuat dalam poin 5) yang berbunyi:
5)        Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil dan makmur dan diridloi Allah, “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”.

b.   Memahami KCHM
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (KCHM) memuat hal-hal sebagai berikut:
1)      Ideologi
2)      Paham Agama
3)      Ijtihad
4)      Kesatuan Ajaran

5.     Fungsi dan Misi Muhammadiyah
Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang murni seperti tesrebut di atas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya, berjuang dan mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia untuk mengatu dan membangun tanah air dan Negara Indonesia sehingga merupakan masyakarat dan Negara adil dan makmur, sejahtera bahagia, material dan spiritual yang diridloi Allah SWT.
Mengingat perkembangan sejarah semua yang ingin dilaksanakan Muhammadiyah dari keyakinan dan cita-citanya, adalah hal yang wajar. Pola perjuangan Muhammadiyah menggunakan da’wah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagai jalan satu-satunya. Lebih lanjut untuk mengetahui tentang itu dapat dilihat dan dipahami dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.      

Wednesday 23 March 2011

Tugas Kemuhammadiyahan Kelas X Semester 2 Bab XVI (2) Free Download

1. Apakah pengertian organisasi Muhammadiyah
    dari segi bahasa?
2. Apakah pengertian organisasi Muhammadiyah
    dari segi istilah?
3. Unsur apa sajakah yang terdapat pada
    organisasi?
4. Apa yang dimaksud anggaran dasar dan
    anggaran rumah tangga Muhammadiyah?
5. Sebutkan prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam AD/ART
    Muhammadiyah!

Jawaban dari pertanyaan tersebut di atas, silahkan Anda kirim ke alamat E-Mail di
bawah ini:
E-Mail: jkpurwoto@gmail.com

Tugas Kemuhammadiyahan Kelas XI Semester 4 Bab XVI (2) Free Download

1. Apakah yang dimaksud dengan MKCHM dan bagaimanakah sejarah singkat
    kelahirannya?
2. Apakah arti ”Mu’amalat Duniawiyat”?
3. Bagaimana kedudukan MKCHM dalam tubuh organisasi Muhammadiyah?
4. Sebutkan macam-macam metode ijtihad yang dipergunakan Muhammadiyah!
5. Muhammadiyah menegakkan aqidah Islam dengan memurnikannya dari        
    kemusyrikan, bid’ah, kurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut
    prinsip ajaran agama Islam.
    Mengapa?

Jawaban dari pertanyaan tersebut di atas, silahkan Anda kirim ke alamat E-Mail di
bawah ini:
E-Mail: jkpurwoto@gmail.com

Tuesday 22 March 2011

Artikel Kemuhammadiyahan


KELAHIRAN MUHAMMADIYAH

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian  sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.

Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah”  dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.  Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw,  yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam.  Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas  dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah  dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan  modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.


Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui  shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.

Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah”  (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah.



Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”.  Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Agama kepada anggauta-anggautanya.”.

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu: a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran  Igama di Hindia Nederland, dan b. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

 Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun  15 kali  Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan),  1959, 1966, 1968, 1985,  2000, dan 2005.  Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud  masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari.  


Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan  kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.

Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan  cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36).

 Lembaga pendidikan  Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.





Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwa diskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) .

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak  berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan.

Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.

Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005).

Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.


Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana  maksudnya?  apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65).  Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan.

Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
(a) Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam  tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
(b) Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
(c) Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
(d) Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme; dan
(e) Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam,  serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia  yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus Salam, 1968: 33).

Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
(1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;
(2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern;
(3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
(4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar  (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990:  332).




Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal.

Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya.
Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan.

 Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa:  ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam daerah.  Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara.

Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah  sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”.

Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan.




Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi.  Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal.

Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam, mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya.  


Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya  “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang  mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid  semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan  “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.
Pengin artikel di atas? Silahkan klik link ini : Download
http://www.jepepastibisa.blogspot.com