Anda pengin artikel Ibadah (Fiqih) Kelas XI Semester 4 SMK/SMA/MA di bawah ini? Silahkan klik download, pasti dijamin free download. .....Selamat Mencoba Friends.....
KELAS XI SEMESTER 4 BAB X (1)
PENGURUSAN JENAZAH
QS. Ali Imran [3]: 185
Yang artinya: “Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran [3]: 185)
Kewajiban kaum Muslimin
terhadap seorang Muslim yang meninggal dunia, yaitu:
1.
Memandikan
Jenazah.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memandikan jenazah:
a. Sebelum
dimandikan, najis yang ada di badan mayat dibersihkan terlebih dahulu.
b. Ketika
akan dimandikan, mayat diletakkan di tempat yang tinggi, seperti
ranjang/balai-balai.
c. Tempat
untuk memandikan mayat hendaklah jauh dari lalu lalang orang serta diberi
penutup.
d. Air
untuk memandikan sebaiknya air dingin, kecuali pada kondisi yang sangat
dingin/susah menghilangkan kotoran, boleh menggunakan air panas.
e. Jenazah
lak-laki dimandikan laki-laki, wanita dimandikan wanita. Sebaiknya dimandikan oleh
keluarga dekat si mayit. Suami boleh memandikan istrinya, begitu pula
sebaliknya.
f. Pakaian
mayat hendaknya diganti dengan pakaian basahan, seperti sarung/kain lainnya
agar auratnya tertutup.
g. Menyiram
air ke jenazah dimulai dari anggota badan sebelah kanan serta anggota wudlu.
Dimandikan dengan bilangan ganjil (3 atau 5 kali). Dimulai dari anggota wudlu
dan diteruskan pada anggota badan yang lain, dan tetap diawali dari kanan.
Memandikan dengan daun bidara dan sabun. Pada siraman terakhir air dicampur dengan
kapur barus.
h. Orang
yang memandikan hendaknya yang dapat dipercaya sehingga dapat menyembunyikan
rahasia badan jenazah apabila terdapat cacat sesuai dengan sabda Nabi Muhammad
yang artinya: “Hendaknya yang akah
memandikan jenazahmu itu orang yang dapat dipercaya.” (H.R. Ibnu Majah)
i. Mulut
mayat dibersihkan dan digosok perlahan-lahan.
j. Selesai
dimandikan, mayat diwudlukan.
k. Rambut
dan janggut mayat disisir perlahan-lahan.
l. Jenazah
diselubungi dengan kain pengering (handuk).
m. Diberi
wewangian/harum-haruman, kecuali pada jenazah yang sedang ihram. Memberi
wewangian kepada jenazah hendaknya pula dengan bilangan ganjil. (H.R. Baihaqi,
Hakim dan Ibnu Hibban).
2.
Mengafani
Jenazah.
Artinya membungkus jenazah dengan kain kafan berwarna putih
bersih. Kain kafan diambil dari harta si mayat sendiri jika meninggalkan harta,
jika tidak, kafannya menjadi kewajiban orang yang memberi belanjaannya ketika
ia masih hidup.
Cara mengafani sebagai berikut:
a. Kain
kafan yang dipakai hendaknya kain berwarna putih. Jenazah laki-laki sekurang-kurangnya
1 helai yang dapat menutupi seluruh bagian badannya, paling banyak 3 helai.
b. Kain
kafan yang telah siap, dihamparkan sehelai demi sehelai. Setiap helai ditaburi
wangi-wangian (kapur barus, minyak wangi dll). Tetapi bukan kembang-kembang. Jenazah
ditidurkan di atas kain kafan, kedua tangan mayat dilipat di atas dadanya
(sedekap). Kemudian dibungkus dengan beberapa ikatan yaitu ujung-ujung
kepalanya, bagian dadanya, bagian perutnya bagian kaki dan ujung kakinya.
c. Mengafani
jenazah perempuan sebaiknya dengan 5 lapis kain kafan yang dapat menutup
seluruh badannya. Lapisan pertama kain basahan, baju kurung, tutup kepala,
cadar (kerudung) dan kain kafan. Nabi SAW menuntun ketika memandikan putrinya
Ummu Kulsum, maka Rasulullah memberikan
pertama-tama sarung, lalu baju kurung, lalu selubung, kemudian dimasukkan dalam
pakaian lain. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Bagian
terakhir sekali diselimuti dengan tiga kain kafan berikutnya. Lembar-lembar
kain diberi wangi-wangian.
d. Jenazah
laki-laki dikafani oleh kaum laki-laki dan perempuan oleh perempuan.
e. Orang
yang meninggal dunia ketika sedang ihram, maka ia dikafani dengan pakaian
ihramnya, kepalanya tidak ditutup dan tidak diberi wangi-wangian karena masih
berlaku hukum ihram.
3.
Menyalatkan
Jenazah.
Rasulullah bersabda yang artinya: “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mati.” (H.R. Ibnu Majah), dan yang artinya: “Salatkanlah olehmu orang yang mengucapkan
laailaaha illallah.” (H.R. Daruqutni)
Keutamaan menyalatkan jenazah adalah berdasarkan sabda Nabi
yang artinya: “Siapa yang turut keluar
bersama jenazah dari rumahnya, dan menyalatkannya lalu mengiringkannya sampai
dimakamkan, ia akan memperoleh pahala sebesar 2 qirath, yang berat
masing-masingnya adalah seperti gunung uhud”.
Tata cara menyalatkan jenazah:
a. Syarat
menyalatkan jenazah sama dengan syarat salat lainnya, seperti menutup aurat,
suci dari hadas kecil dan besar, (wudlu terlebih dahulu), suci pakaian dan
tempat serta menghadap kiblat.
b. Menyalatkan
jenazah boleh dengan berjamaah boleh juga munfarid, utamanya di masjid.
c. Tempat
berdiri Imam jika jenazah laki-laki berada searah kepala, jika perempuan searah
pinggang.
d. Shaf
shalat disusun menjadi 3. Tiap-tiap shaf sedikitnya 2 orang.
Pelaksanaan shalat jenazah sebagai berikut:
1) Takbir
pertama, lalu membaca Al Fatihah dan shalawat Nabi Muhammad SAW.
2) Takbir
kedua, lalu membaca do’a atas mayat: “Allahummaghfirlahu
Warhamhu Wa’afihi Wa’fun’anhu” atau boleh do’anya dilanjutkan yang lengkap.
3) Takbir
ketiga, membaca do’a: “Allahumma laa
tahrimna ajrahu walaa taftina ba’dahu waghfirlana walahu”. Atau boleh do’a yang lain.
4) Takbir
Keempat.
5) Dilanjutkan
salam yang lengkap.
4.
Menguburkan
Jenazah.
Tata caranya sebagai berikut:
a. Memberangkatkan
segera jenazah yang telah dishalatkan menuju ke pemakaman.
b. Mengantarkan
jenazah dengan berjalan/berkendaraan.
c. Mempercepat
langkah saat mengiringkan jenazah, artinya tidak cepat tidak lambat.
d. Mengucapkan
salam kepada ahli kubur ketika memasuki makam dilanjutkan dengan berdo’a kepada
ahli kubur.
e. Pada
waktu hendak memasukkan ke liang kubur, dilakukan dengan perasaan tulus,
hat-hati dan perlahan-lahan sambil membaca: “Bismillahi
wa’ala millati rasulillah”.
f. Memasukkan jenazah dengan cara membujur dari
arah kaki. Ketika meletakkan, bagian kepala diletakkan ke arah utara dan badan
mayat dimiringkan menghadap kiblat dalam liang lahat. Kemudian melepaskan tali
dari ikatan jenazah.
g. Setelah
mayat berada di liang lahat, lubang lahat itupun ditutup dengan papan/batu yang
khusus dibuat sebagai penutup. Liang lahat boleh di sisi kanan, boleh di
tengah-tengah lubang kubur.
h. Setelah
sempurna seluruhnya, ditimbunlah kuburan itu dengan tanah sepadat-padatnya. Para
ta’ziyah disunatkan menaburkan tanah ke dalam liang kubur sebanyak 3 kali dari
arah kepala (sesuai dengan hadits riwayat Ibnu Majah dan Abu Dawud dari sahabat
Abu Hurairah). Timbunan tanah di atas kubur tingginya tidak lebih dari 1
jengkal dan memberi sekedar tanda di atas kuburan, bukan bangunan. Berilah
tanda dengan batu/menancapkan kayu di arah kepala. Dilarang membuat kijing
bangunan model apapun di atas kuburan,
menembok/membuat kijing/menuliskan nama ahli kuburnya, termasuk segala macam
tulisan walaupun ayat-ayat Al Quran.
i.
Selesai seluruh pekerjaan penguburan, para
pengantar yang hadir berdiri di sekeliling kuburan masing-masing mengikhlaskan
do’a, dan memohon ampun untuk saudara kita yang baru dikebumikan itu. Nabi SAW
bersabda yang artinya: “Adalah Nabi SAW
apabila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di sisinya seraya bersabda: Mintalah ampun bagi saudara kalian, dan
mohonlah ketetapan (Iman dan Islam) baginya, karena sekarang ia sedang
ditanya”. (H.R. Abu Dawud dari Usman)
5.
Kewajiban
Ahli Waris
Kewajibannya menyelesaikan berbagai urusan/masalah yang
berhubungan dengan utang, wasiat, pembagian warisan dan hal-hal lain yang ada
hubungannya dengan orang yang telah meninggal dunia. Apabila memiliki harta,
ahli warisnya beserta keluarga dekat lainnya segera memusyawarahkan serta
memutuskan bagaimana cara menyelesaikan harta yang ditinggalkan bisa diserahkan
ke Pengadilan Agama.
Apabila yang meninggal memiliki hutang/mengutangkan segera
diselesaikan ahli warisnya sebagaimana mestinya.
Dari Abu Hurairah Nabi SAW bersabda: “Diri orang mukmin itu masih tergantung (belum sempat ke hadirat Allah
karena hutangnya, hingga terbayar hutangnya itu (oleh keluarga yang
ditinggalkannya)”. (H.R. Imam Ahmad dan Tirmidzi)
Apabila mewasiatkan utk diwakafkan, maka ahli waris secepatnya
menyelesaikan wasiat ini, agar yang meninggal secepatnya mendapatkan amal
jariyahnya. Demikian juga wasiat lainnya seperti menghajikannya, karena sewaktu
mempunya harta, badannya sudah lemah/sakit/mengadakan ibadah puasanya/fidyah
yang di waktu hidupnya masih tercecer.
6.
Upacara
Kematian yang Bukan Hukum Islam
Upacara kematian yang tidak diajarkan Islam sebagai
berikut:
a. Upacara
pemakaman yang berlebih-lebihan sehingga memperlambat pemakaman, yang sebenarnya
diajarkan oleh Islam agar mempercepat si mayit dikebumikan.
b. Upacara
telusupan (Jawa), yakni anggota keluarga menyelusup di bawah keranda beberapa
putaran sebelum diberangkatkan. Membawa pedupaan, penyapu jalan yang akan
dilewati jenazah ketika di halaman rumah dan sekitarnya, melempar-lemparkan
uang logam. Membawa kembang-kembang untuk disiramkan/ditutupkan di atas kuburan
dan bermacam-macam upacara juga bukan yang diajarkan oleh Nabi SAW.
c. Mengadakan
selamatan, kenduri dan lain-lain upacara pada malam-malam setelah jenazah
dikubur, hingga beberapa hari. Karena hal-hal tersebut di atas tidak sesuai
dengan ajaran Islam dan tidak sesuai
dengan tuntunan Nabi SAW. Apalagi ibadah itu hanyalah tambahan-tambahan (mirip
menyekutukan Allah dan lain-lain), itu pasti akan ditolak karena termasuk
perbuatan bid’ah yang bisa merusak kemurnian Islam serta kebenaran wahyu Allah.
Nabi Muhammad SAW bersada: “Tiap-tiap
bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan hanyalah neraka balasannya”.